ASSALAMU'ALAIKUM...SELAMAT DATANG DI BLOG MADRASAH TsANAWIYAH GUPPI PADAS NGAWI

15 Nov 2010

GURU HARUS... MENULIS !!!

rangkaian sederhana untuk generasi harapan


Guru harus menulis? Ya. Judul itu saya (gururusydi) pilih karena tidak banyak ternyata guru yang mau menulis. Mau? Ya. Karena keengganan ternyata menyeret jauh mereka untuk sekedar merangkai huruf. Karena menulis adalah sebuah refleksi membaca, maka ketika seseorang membaca, maka tak sulit baginya untuk menulis kembali apa yang dibaca dengan bahasanya sendiri. Bahasa yang sederhana untuk diingatnya kembali. Itulah semangat awal kita untuk Mengikat Makna -meminjam istilah pakar pendidikan Hernowo.


Saya (gururusydi) menggunakan kata Harus memang terkesan sedikit memaksa. Kata itu saya pakai jelas untuk kebaikan kita semua. Harus untuk sebuah kebaikan adalah keniscayaan sejarah. Tak akan berhenti, tak akan lekang oleh waktu yang melindas jaman. Selama buah pikir, ide kreatif, bahkan idelogi yang kita lontarkan kedalam sebuah tulisan, maka bersama tulisan buah pikir, ide kreatif, dan ideologi itu akan kekal. Terus dibaca setiap generasi yang dilewati tulisan-tulisan tersebut.


Menulis bisa jadi menjadi sarana untuk berkata-kata dengan diam. Berkata-kata dengan ide yang teratur. Ketika segala ide kita dibungkam oleh kekuatan luar yang tak mampu kita kalahkan secara fisik, tulisan bisa menjadi solusi permasalahan tersebut. Selain itu, manfaat yang kita akan peroleh dari menulis, oleh Pennebaker dalam Ketika Diam Bukan Emas (2002), bahwa menulis mampu menjernihkan pikiran, membantu kita -para guru- mendapatkan dan mengingat informasi baru, dan membantu memecahkan masalah.


Saya (gururusydi) pun telah merasakan manfaat itu. Dalam keheningan malam, saat hanya terdengar suara gesekan sayap jangkrik berderik dan dengung kodok bersahutan, huruf-huruf yang saya rangkai mampu membuat saya mengingat kembali apa yang telah saya baca ratusan hari yang lalu, ingatan-ingatan kecil proses belajar mengajar di kelas melintas pelan. Dari ingatan-ingatan itu kembali saya rangkai menjadi sebuah penelitian ‘kecil’ dalam kelas. Penelitian tindakan kelas yang saya pikir mampu mengatasi permasalahan belajar murid-murid. Itulah manfaat menulis.


Menulis itu sungguh mengasyikan. Menulis kembali apa yang melintas seperti menaiki roller coaster yang saat detik pertama bergerak pelan, namun saat memasuki detik ke sepuluh dan seterusnya malah akan membawa kita pada kecepatan konstan yang berpusat, tak melayang terlepas dari kendali. Ada kejutan-kejutan yang tak terduga. Menulis…. Menulis…. Menulislah. Menulis dengan penuh percaya diri.


Oleh seorang pembelajar sejati sekaligus ibu rumah tangga Bobbi dePorter mengingatkan kita dalam Quantum Learning-nya bahwa kita semua adalah penulis. Di suatu tempat di dalam diri setiap manusia ada jiwa unik yang berbakat yang mendapatkan kepuasan mendalam karena menceritakan suatu kisah, menerangkan bagaimana melakukan sesuatu, atau sekedar berbagi rasa dan pikiran. Dorongan untuk menulis itu sama besarnya dengan dorongan untuk berbicara; untuk mengkomunikasikan pikiran dan pengalaman kita kepada orang lain; untuk menunjukan siapa kita.


Dan buat saya (gururusydi) lebih dari sebuah dorongan untuk menunjukkan eksistensi diri, menulis adalah alat perjuangan yang tak bisa dinafikan kehandalan pengaruhnya. Setidaknya ketajaman pengaruh dari kata-kata telah dibuktikan oleh dua tokoh yang memengaruhi saya selama ini. Pertama, Subcomandante Marcos. Seorang pejuang pembebasan di Chiapas, Meksiko yang dimulai tahun 1994. berperang menggunakan ketajaman kata-kata yang terangkai dalam ratusan tulisan yang dikirimnya ke berbagai media. Tulisan-tulisannya yang penuh gairah semangat perjuangan dapat saya nikmati dalam Kata Adalah Senjata (2005).


“Adalah kata-kata
yang memberi bentuk pada suatu yang masuk
dan keluar dari diri kita
Adalah kata-kata yang menjadi jembatan untuk menyeberangi ke tempat lain
Ketika kita diam, kita akan tetap sendirian
Berbicara, kita mengobati rasa sakit
Berbicara kita membangun persahabatan dengan orang lain.
Para penguasa menggunakan kata-kata untuk menata imperium diam
Inilah senjata kita saudara-saudaraku.”
(Subcomandante Marcos, 12 Oktober 1995)


Kedua, Andrea Hirata. Adalah tokoh yang terlahir biasa dan mencoba berpikir tak biasa dari tulisan-tulisannya. Inilah tokoh yang juga memengaruhi cara saya berpikir tentang pendidikan. Kisah perjalanan kependidikannya yang ditulis secara apik dalam tetrelogi Laskar Pelangi. Dengan menulis ia mampu menyampaikan permasalahan pendidikan selama ini, humanis seorang guru, perjuangan sepasang murid yang ingin terus belajar hingga mengantarkannya melakukan riset di Paris, Sorbonne, Perancis.


Kita pun mampu seperti kedua tokoh tersebut. Tak sekedar menjadi sejarah, menghadirkan karya fenomenal, tapi buah tangan yang selalu dibaca sepanjang jaman bila kita mau memulai hari ini untuk menulis. 
Ayo…. Guru harus menulis, sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar